Sabtu, 17 Oktober 2009

MENJAMINKAN SERTIFIKAT TANPA IJIN

Pertanyaan:

Saya dan suami saya memiliki usaha dagang. Karena butuh modal, tanpa sepengetahuan saya, pada sekitar tahun 2000, suami saya telah menjaminkan sertifikat HGB toko kepada sebuah bank swasta guna memperoleh fasilitas kredit. Untuk kepentingan itu, suami saya telah menandatangani akta perjanjian kredit bank, berikut pula surat kuasa pembebanan hak tanggungan, dan akta pemberian hak tanggungan yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Pada mulanya, pembayaran angsuran atas kredit tersebut tidak ada masalah. Namun, pada pertengahan tahun 2004, pembayaran kredit yang atas nama suami saya tersebut macet. Akibatnya, pihak bank mengajukan permohonan kepada Pengadilan agar meletakkan sita jaminan atas obyek jaminan yang merupakan harta bersama itu. Selanjutnya, pada awal tahun 2005, pihak Kantor Lelang Negara setempat telah mengumumkan bahwa toko saya tersebut akan dilelang.

Yang ingin saya tanyakan:

1) Apakah perbuatan hukum suami saya tersebut sah menurut hukum? Sebab, seperti saya kemukakan di atas, semua tindakan suami saya tersebut dilakukan tanpa seijin dan persetujuan saya sebagai istrinya.

2) Apakah saya dapat mengajukan pembatalan atas akta perjanjian kredit, antara suami saya dengan pihak bank. Termasuk menggugat pembatalan surat kuasa pembebanan hak tanggungan, serta akta pemberian hak tanggungan yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)?
Terima kasih atas jawaban pengasuh rubrik.

Ny. Darmi Sanyoto
Jl. Dukuh Kupang II/458
Surabaya

Jawaban:

Yth. Ny. Darmi Sanyoto

Untuk menjawab pertanyaan Saudari, yang terlebih dulu harus dipahami adalah pengertian “dapat” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) UU No. 1 Thn. 1974 tentang Perkawinan. Menurut ketentuan itu, bahwa harta bersama (disebut juga harta gono-gini), suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah. Menurut Yurisprudensi No. 2690 K/Pdt/1985, tanggal 3 November 1986, bahwa setiap perbuatan hukum yang menyangkut harta bersama harus ada persetujuan suami-isteri.

Dengan demikian, frasa “dapat” dalam ketentuan Pasal 36 ayat (1) UU tersebut di atas, haruslah ditafsirkan “harus”. Atau, dapat dinyatakan, setiap perbuatan hukum yang berkepentingan dengan harta bersama/gono-gini, harus dilakukan secara bersama-sama dan atau atas persetujuan suami-isteri. Sebab itu, terhadap segala bentuk surat/akta yang terbit karena perbuatan hukum sepihak (baca: dilakukan suami atau isteri saja), dapat diajukan gugatan pembatalannya.

Pengertian dapat diajukan gugatan pembatalan, bahwa batalnya surat/akta berkenaan dengan perjanjian pemberian kredit, tidaklah batal demi hukum. Maksudnya, kebatalannya wajib didahului dengan tindakan gugatan, memohon kepada hakim agar surat/akta itu dinyatakan tidak sah dan tidak berharga, sehingga karenanya tidak memiliki kekuatan hukum apa pun. Sebaliknya, jika tidak ada upaya gugatan apa pun, surat/akta itu tetap memiliki akibat hukum dan bersifat eksekutorial.

Berkait dengan gugatan pembatalan, sudah tentu pihak penggugat wajib mampu membuktikan dalil-dalilnya bahwa perjanjian pemberitan kredit itu sama sekali tanpa sepengetahuan penggugat (baca: isteri). Karena bisa saja terjadi, misalnya, sebenarnya antara suami-isteri itu mengetahui mengenai kredit usaha itu. Namun, dengan muslihat itu pihak isteri nantinya dapat mengajukan gugatan pembatalan dengan dalih, suaminya telah menjaminkan harta bersama untuk memperoleh fasilitas kredit tanpa seijin penggugat. Sehingga pasangan suami-isteri itu dapat melakukan tindakan wet ontduiking atau penyelundupan hukum agar terbebas dari tagihan hutangnya.

Berkenaan dengan hal itulah, dalam putusannya Mahkamah Agung R.I. No. 1755 K/Pdt/1997, tanggal 26 April 2001 berpendapat, dalam tenggang waktu yang cukup lama adalah tidak mungkin penggugat tidak mengetahui obyek sengketa dijaminkan kepada tergugat/bank. Terlebih lagi, uang pinjaman tersebut digunakan oleh suami penggugat untuk mengembangkan usaha dalam rangka meningkatkan taraf ekonomi dan kesejahteraan keluarga.

Di samping itu, dalam pertimbangan hukumnya Mahkamah Agung R.I. berpendapat pula, harta gono-gini dapat digunakan oleh suami atau isteri untuk membayar hutang-hutangnya yang timbul dalam masa perkawinan. Dan, berdasarkan pertimbangan itu, selanjutnya Mahkamah Agung R.I. menilai bahwa penggugat tidak dapat membuktikan dalil gugatannya, sehingga gugatannya dinyatakan ditolak.

Kesimpulannya, Mahkamah Agung R.I. memiliki pendapat hukum bahwa setiap perbuatan hukum yang berkepentingan dengan harta bersama/gono-gini, termasuk membuat hutang-piutang dengan pihak ketiga, harus dilakukan secara bersama-sama dan atau atas persetujuan suami-isteri. Dan, terhadap hutang kepada pihak ketiga yang timbul dalam masa perkawinan, baik hutang itu ditimbulkan oleh pihak suami atau isteri, harta gono-gini dapat digunakan untuk membayarnya. (mon-mlg)

8 komentar:

  1. sore mas, sebagaimana uraian dari bu henny diatas kami juga ingin bertanya, jika benar kejadian yg menimpa ibu henny ini adalah benar tanpa persetujuan beliau, apa saja yang bisa menjadi alat bukti di Mahkamah, mohon penjelasannya, terima kasih

    BalasHapus
  2. Mohon pejelasananya.terkait dengan permasalahan saya.jika seryifikat saya di gadaikan orang tua saya tanpa persetujan dari saya
    Ke bank suwasta.langkah hukum yg tepat bagai mana?dulu tanah itu gono gini dan sudah diatas namakan saya tetapi setelah bpk saya pergi sertifikat beserta tanah itu dikuasai oleh ibu saya.dan ditempati ibu dan bpak tirisaya.saya minta apa yg mejadi hak saya tdak di berikan

    BalasHapus
  3. Saya ingin bertanya,sertifikat rumah ibu saya di gadaikan dengan perorangan oleh keluarga dari ayah saya,tanpa sepengatahuan ibu saya sebagai pemilik bangunan,dan karena tempat(pihak)gadai tersebut sudah meninggal dunia,sertifikat tersebut di bawa oleh anak(pihak) gadai tersebut,dan sekarang dari pihak yang memegang sertifikat menginginkan keluarga saya untuk menebus sebesar nominal 15 juta,tetapi saat saya bertanya perhitungannya seperti apa tidak di jawab,saat saya bertanya kpd pihak kluarga dari saudara ayah saya yang mana bertanggung jawab atas hal tersebut,beliau hanya bilang jika kekurangan untuk menebus hanya tinggal bunga(pinjaman) saya,dikarenakan pinjaman sudah terlunasi dari awal.jika seperti ini saya harus bagaimana?

    BalasHapus
  4. Saya menanyakan permasalahan yang di hadapin sekarang ini...saya punya mertua mengadaikan sertifikat rumah dengan nilai 25jt...ibu mertua udah tanda tangan perjanjian urusan utang piutang dan menyicil 12 jt..kemarin saya cek di pertanahan kenapa udah nama orang lain bukan atas nama mertua saya..ini bisa dikasuskan kemana...mohon bu pentunjuk ya

    BalasHapus
  5. saya mau tanya....bagaimana jalan keluar agar pemilik sertifikat terbebas dr hutang yg tdk diketahuinya itu.
    ,ketika sertifikat dijaminkan ke bank tanpa sepengetahuan pemilik.tiba tiba pihak bank datang menagih utang yg sudah 6 tahun tdk dibayarkan.tapi pemilik sertifikat tidak tahu menahu siapa yang anggunkan sertifikat itu ke bank.mohon pencerahannya.

    BalasHapus
  6. saya mau tanya kalo sertifikatnya atas nama suami tidak ada nama istri gimana kekuatan hukumnya

    BalasHapus
  7. Pagi pak..
    Gini pak sy mau nanya..
    Kemarin mntan suami sy.. Mengajukan pijaman ke bank mandiri.
    Tapi memakai nama sy mengajukan... Krna nama dia di tolak.. Krna dia tidak memiliki ktp elektrik..
    Terpaksa dia memkai nama sy..
    Dan skrang sy sudah pisah tapi setifikat itu masih di bank.
    Tapi sertifikat atas nama mantan suami sy... Tapi pegajuan pinjaman atas nama sy.
    Yg ingin sy tanyakan pak.
    Apakah mantan suami sy bisa mengambil setifikat itu di bank tanpa se ijin sy pak,krna pinjaman dia di bank sudah lunas.
    Mohon pejelasanya pak
    Terimakasih banyak 🙏🙏

    BalasHapus