Sabtu, 24 Oktober 2009

Konflik Hukum dengan Klausula Arbitrase

Pertanyaan:
Saya, adalah Direktur Utama, sebut saja, PT. X. Saat ini perusahaan yang saya kendalikan tersebut tengah menghadapi sengketa, menjadi tergugat. Menurut surat gugatan, saya dianggap telah melakukan perbuatan ingkar janji atau wan prestasi.



Pokok masalahnya, PT. X dengan, sebut saja PT. Y, telah membuat perjanjian pengadaan barang-barang elektronik dari RRC. Dalam perjanjian tersebut telah disepakati adanya klausula, bilamana terjadi konflik hukum maka perselisihan yang timbul di antara para pihak diserahkan kepada Badan Arbitrase. Namun, dalam perkara ini, ternyata PT. Y mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri.

Sesuai dengan akta perjanjian, PT. Y berkewajiban melakukan import barang dari RRC, yang selanjutnya diserahkan kepada PT. X, untuk dipasarkan. Setelah cukup lama berjalan lancar, pada akhir tahun 2003, tiba-tiba PT. Y menghentikan pengiriman barang. Belakangan diketahui PT. Y, telah mengalihkan pengiriman tersebut kepada pihak ketiga, sehingga PT X yang saya kelola mengalami kerugian.

Karena tindakan pemutusan perjanjian sepihak itu, maka saya pun menghentikan pembayaran atas pengambilan barang pada periode terakhir. Bahkan beberapa giro bilyet yang telah saya bayarkan, saya batalkan, sehingga tidak dapat dipindahbukukan ke rekening PT. X.

Kepada Bapak, saya mohon dapatnya penjelasan hal-hal sebagai berikut:
1) Apakah tindakan saya yang menghentikan pembayaran dan membatalkan giro bilyet tersebut, tindakan melanggar hukum?
2) Apakah saya berhak mengajukan gugatan balik atas tindakan PT. Y yang menghentikan pengiriman barang kepada saya?
3) Apakah akibat hukum berkaitan dengan adanya klausula dalam perjanjian, bilamana terjadi konflik hukum maka perselisihan yang timbul di antara para pihak diserahkan kepada Badan Arbitrase?
Terima kasih atas jawaban pengasuh rubrik Konsultasi Hukum.

Sugeng Hariyadi
Direktur PT.X
Gresik – Jawa Timur

Jawaban:


Saudara Sugeng Hariyadi, jika memperhatikan tindakan yang Saudara lakukan, menurut hukum sudah dapat dikatagorikan sebagai perbuatan ingkar janji atau wan-prestasi. Pengertian perbuatan ingkar janji atau wan-pretasi, pendapat Mahkamah Agung RI dalam putusannya Reg. Nomor: 2123 K/Pdt/ 1996, tanggal 29 Juni 1998, menyatakan patokan utamanya adanya perjanjian yang telah dibuat dan disepakati oleh para pihak, yang kemudian terjadi sengketa.

Mengacu pada Pasal 1319 KUHPerdata, bahwa semua perjanjian apa pun wujud namanya, tunduk pada ketentuan umum sebagaimana diuraikan dalam peraturan tentang syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya perjanjian. Dan, setiap perjanjian yang diterbitkan, di mata hukum kekuatan mengingat seperti undang-undang bagi para pihak yang menyepakatinya. Itulah sebabnya, dalam hal terjadi sengketa, maka pengadilan akan menghukum pihak yang terbukti bersalah berdasarkan apa yang telah mereka perjanjikan.

Namun demikian, berkenaan dengan adanya klausula dalam perjanjian, bilamana terjadi konflik hukum perselisihan yang timbul di antara para pihak diserahkan kepada Badan Arbitrase, bagi pengadilan sudah dapat menjadi pertimbangan untuk tidak menerima gugatan. Dengan kata lain, pihak merasa dirugikan tidak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan, bila sudah menunjuk Badan Arbitrase sebagai media penyelesaian sengketa.

Dalam yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung R.I. (MARI), sebagaimana dikutip kembali dalam putusannya Reg. Nomor: 1715. K/Pdt/ 2001, tanggal 12 Desember 2001, dinyatakan bahwa klausula arbitrase termasuk kewenangan absolut. Jika para pihak pihak –dalam proses gugat-menggugat– tidak menyinggungnya, hakim karena jabatannya harus menyatakan tidak berwenang memeriksa. Karena pengadilan tidak berwenang mengadili, maka isi putusan hakim harus menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima.

Demikian jawaban atas pertanyaan Saudara, bila belum puas dapat menghubungi kami kembali. Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar